Rabu, 06 Juni 2012

REALITAS & IMAGINASI



Ke lima indra membuat kita merasa bahwa dunia ini nyata. Melihat kepadatan benda-benda di sekitar kita, merasakan dampak dari indera, sulit untuk menyangkal keabsahan apa yang kita lihat. Semuanya tampak nyata dan kita tidak pernah mempertanyakan realitas ini.

Pikiran melekat pada lima indra dan menerima segala sesuatu sebagai nyata tanpa mempertanyakan. Ketika kita bertabrakan dengan sebuah meja atau dinding dan kita merasa sakit, sulit untuk mengatakan bahwa itu hanyalah imajinasi. Ketika kita melihat dengan mata kita, mendengar suara, bau, atau ketika kita merasa panas atau dingin, kita menerima perasaan seperti nyata.

Beberapa orang mengatakan bahwa dunia adalah ilusi, atau maya dalam terminologi belahan timur dunia. Dapatkah kita menerima hal ini ketika semuanya terlihat begitu nyata? Dapatkah kita menganggap dunia sebagai imajinasi?

Kita membutuhkan lima indra dan pikiran untuk menjadi sadar akan dunia, yang berarti bahwa dunia ini tergantung pada indra dan pikiran itu. Tanpa indra dan pikiran dunia tidak ada bagi kita.

Jika kita mengatakan bahwa benda yang sesungguhnya adalah sesuatu yang selalu ada tanpa kesenjangan, maka dunia selain dunia adalah tidak nyata. Ada saat-saat selain tidur, ketika kita begitu sibuk sehingga kita tidak sadar akan apa yang terjadi di sekitar kita. Ketika tidak ada sensasi indrawi, seperti ketika sedang dalam tangki terapung, atau ketika di dalam meditasi, kita masih sadar, tetapi bukan terhadap dunia luar. Ini berarti bahwa kadang-kadang kita menyadari tentang dunia luar dan kadang-kadang tidak.

Setelah kita bangun dari tidur, atau keluar dari meditasi yang mendalam dan kembali ke kesadaran biasa, kita merasa bahwa ada kesenjangan dalam kesadaran kita terhadap dunia luar. Tidak ada dunia luar pada saat itu. Jika kita berusaha untuk memperhatikan kesadaran kita, kita akan sampai pada kesimpulan bahwa dunia luar datang dan pergi, sementara kesadaran batin kita tidak pernah sirna.

Dunia luar ada bagi kita hanya kalau indra dan pikiran diarahkan untuk itu, dan tidak ada lagi bagi kita saat kita mendiamkan indra dan pikiran. Selama tidur lelap kita tidak mengalami dunia luar karena indra tidak aktif. Dapatkah Anda membuktikan realitas dunia luar ketika anda tertidur lelap? Ketika Anda bangun dari tidur orang lain mungkin mengatakan kepada Anda bahwa dunia luar ada, tapi bisakah Anda membuktikan bahwa orang-orang ini ada saat Anda sedang tidur?

Setelah bangun kita bisa menemukan segala macam teori untuk membuktikan realitas dunia luar. Namun, ini hanya teori mental. Selama tidur itu tidak ada bagi kita. Dunia luar menghilang bersamaan dengan waktu.

Selama tidur mimpi tampak sangat nyata, tetapi ketika bangun tidur kita menyadari bahwa itu hanyalah mimpi. Demikian juga dengan dunia ini yang kita sebut realitas. Adalah mungkin untuk bangun dari hal itu juga. Sri Ramana Maharshi, seorang bijak dari India, mengatakan bahwa perbedaan antara mimpi saat tidur dan mimpi yang kita sebut terjaga hanyalah dari durasi, yang satu pendek dan yang lain panjang.

Lebih lanjut dari hal di atas, setiap orang menafsirkan dan berhubungan dengan perilaku, kata-kata dan sikap orang lain dengan cara yang berbeda, sesuai dengan isi dari pikiran bawah sadar. Tidak seorang pun di dunia ini yang sama satu dengan yang lainnya. Sekali lagi, kita melihat ilusi bekerja. Dunia tercipta, didasarkan pada penafsiran kita tentang apa yang kita lihat, dengar dan rasa.

Akal dan pikiran menciptakan dunia

Pikiran muncul dalam akal dan kita menjadi sadar akan mereka. Pikiran yang sama cenderung timbul lagi dan lagi. Jika kita membiarkan proses ini terus berlanjut, ini akan berlangsung terus-menerus. Pikiran ini membuat kita berharap, berperilaku, berbicara dan bertindak dalam suatu cara yang dipersonalisasi, dan dengan demikian menyebabkan orang yang kita ajak berinteraksi, akan memperlakukan dan berhubungan dengan cara yang sama.

Kita terbiasa untuk melanjutkan berpikir dengan cara yang sama, dan menjalankan kehidupan dengan cara yang sama setiap hari, tanpa perduli apakah kita suka atau tidak. Pikiran ini membentuk keadaan dan hubungan kita. Hal ini seperti menonton film yang sama berulang-ulang. Jika kita ingin menonton film yang berbeda kita harus mengubah roll film atau kaset. Ini terjadi dengan mengubah pikiran kita. Ini adalah bagaimana visualisasi kreatif bekerja, dan tidak ada yang supranatural tentang hal ini.

Dunia yang kita rasakan dan kehidupan kita jalani, adalah refleksi dari pikiran kita. Pikiran menciptakan dunia ilusi. Dengan mengubah pikiran kita, kita mengubah pengalaman ilusi dan realitas yang berbeda. Kita tidak menciptakan dunia, hanya ilusi yang tampak nyata. Tidak ada kekuasaan yang tidak biasa terlibat di sini. Kita hidup di dunia ilusi dan sedang mengubah dunia ilusi.

Ketika kita mampu menghentikan pikiran dan indra, kesadaran kita tampaknya bergeser ke dimensi baru. Sebenarnya ini sudah ada sepanjang waktu, tetapi akal yang membuat kita berpikir sebaliknya. Ketika tidak ada pikiran di dalam akal, dunia yang kita tahu dan percayai bahwa itu nyata, akan kehilangan realitas. Kita menjadi sadar terhadap dunia yang berada di luar pikiran dan ilusi.

Bangun dari ilusi

Kita bisa bangun sepenuhnya, mengerti dan menjadi sadar akan ilusi dunia dan kehidupan ini, sebagaimana kita yang sebenarnya, yang murni, yang tak berbentuk, yang memiliki kesadaran yang tidak dibatasi oleh awal dan akhir. Berdasarkan ilusi itu tampak seolah-olah kita semua ini terpisah, mempunyai kepribadian sendiri, dan masing-masing ada dalam kehidupan yang berbeda. Bahkan ketika kita bangun dari kondisi maya, roda kehidupan ini tetap akan berjalan seperti biasa. Kita terus melihat dan mengalami hal itu, namun itu sudah tidak menjadi perhatian lagi. Keluarnya, kita tetap menjalankan kehidupan dengan cara yang sama, tetapi kita telah benar-benar terjaga.

Ini seperti pertunjukan film. Seseorang yang menonton film dan kemudian menjadi terlalu terlibat dengan karakter dan apa yang terjadi di layar. Dia mungkin menjadi bahagia atau sedih terhadap jagoannya, menjadi tertekan, berteriak atau tertawa.

Jika pada saat tertentu ia memutuskan untuk berhenti melihat layar dan berhasil menghilangkan perhatiannya terhadap film tersebut, ia akan keluar dari ilusi yang diciptakan oleh film. Mesin pemutar film tetap akan memproyeksikan gambar ke layar, tetapi ia tahu bahwa itu hanyalah cahaya yang menembus film dan diproyeksikan ke layar. Apa yang dilihat pada layar adalah hal yang tidak nyata, tetapi nyatanya gambar itu ada di sana. Ia mungkin tetap menonton film, atau ia dapat memutuskan untuk menutup mata dan telinga dan berhenti melihat pada layar.

Apakah Anda pernah menonton film, ketika pada saat tertentu roll film tersangkut atau mati listrik?Apa yang terjadi pada Anda ketika menonton film fi TV yang cukup menarik dan kemudian tiba-tiba ada iklan? Anda otomatis akan keluar dari ilusi dan kembali pada dunia di sekitar Anda. Ketika Anda tidur dan bermimpi, dan seseorang membangunkan Anda, Anda merasa terlempar keluar dari satu dunia yang berbeda. Ini adalah hal yang sama dalam kehidupan yang kita sebut dengan realitas. Adalah sangat memungkinkan untuk bangun dari realitas yang berupa ilusi ini.

Orang yang telah berhasil mengatur pikiran dan perasaan melalui pelatihan yang tepat, dapat terus hidup dan bertindak di dunia sebagaimana orang yang berada di ruang bioskop, tetapi sudah tidak tertarik lagi pada film. Ia belajar bagaimana untuk keluar dari ilusi dan terbangun. Jika ia tidak lagi menjadi budak ilusi dan mimpi, ia bebas. Dia melihat segala sesuatu seperti apa adanya. Berlawanan dengan apa yang Anda pikirkan, orang tersebut menjalankan fungsi kehidupan sehari-harinya dengan cara yang lebih baik, lebih kuat, lebih bahagia, sangat praktis dan bebas dari kekhawatiran.

Di Timur, metafora digunakan untuk menunjukkan apa hubungan antara ilusi dengan Realitas. Sebuah permata yang terbuat dari emas dapat disebut anting-anting atau kalung, tetapi sebenarnya itu hanyalah emas. Sebelum menjadi sebuah perhiasan atau setelah meleleh dia tetaplah hanya emas. Tanah liat dibentuk menjadi piring, gelas, atau vas, tetapi mereka tetap hanyalah tanah liat.

Untuk memudahkan percakapan, kita menyebut obyek itu sebagai barang yang terbuat dari emas atau tanah liat dengan banyak nama, tetapi mereka benar-benar hanyalah tanah liat atau emas. Segala sesuatu yang ada adalah “dibuat” dari zat, dan bukanlah merupakan barang “nyata” yang berdiri dengan sendirinya, persis seperti pada contoh di atas. Tidak ada yang mempunyai realitas sendiri.

Sebuah fatamorgana adalah tidak nyata, tapi kita sudah melihatnya. Sebuah mimpi yang terjadi saat tidur itu tidak nyata, namun kita mengalaminya selama masa mimpi sebagai kenyataan. Sebuah hologram tampak 3D, sedangkan itu sebenarnya datar.

Di Timur, salah satu metafora untuk menjelaskan realitas dan ilusi adalah menggunakan tali dan ular. Dalam gelap mungkin kita bisa menduga itu adalah tali atau ular. Ketika ada cahaya yang cukup, kita menyadari bahwa itu hanya sebuah tali, dan ular itu menghilang. Ini hanyalah disebabkan oleh sejenis ilusi bahwa kita melihat dunia. Semuanya ada dalam pikiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar